Selasa, 15 November 2011

Memek Akhwat Kampus: Laras 4 Digarap di Kontrakan

Suatu hari, nampak Laras sedang duduk ruang tamu rumah kostnya. Sebenarnya, rumah itu bukanlah rumah kost, namun sebuah rumah kontrakan dengan satu ruang depan, ruang tamu dan tiga kamar. Rumah kontrakan itu disewa oleh Laras dan dua orang rekannya, Rika dan Tata. Sama seperti Laras, Rika dan Tata juga mahasiswi yang selalu memakai jilbab lebar dan baju longgar, yang juga aktifis di kampus. namun berbeda dengan Laras, Rika dan Tata adalah mahasiswi baru yang baru menginjak semester 2.
Hari itu, laras sedang sendirian di kontrakan. Tata sedang pulang kampung di Temanggung karena urusan keluarga, sementara Rika belum pulang dari kampus. Suasana rumah yang sepi membuat Laras mengingat kembali peristiwa yang menimpanya beberapa hari yang lalu, yaitu perkosaan yang terjadi padanya. Ia tidak menceritakan peristiwa itu pada teman2nya, satu karena ia takut, satu lagi karena ia malu kalau ketahuan bahwa ia juga menikmati perkosaan itu. Bahkan, saat rumah dalam keadaan sepi seperti sore itu, perasaan birahi dan rindu memeknya disodok kontol-kontol besar kembali datang. Ternyata tanpa Laras sadari, ia telah ketagihan seks. Namun Laras berusaha mengusir perasaan itu dengan menonton tivi diruang tengah.
Ditengah2 menonton tivi, tiba2 gadis alim itu mendengar pintu diketuk. Pasti bukan Rika, karena Rika membawa kunci cadangan. Segera Laras memakai jilbabnya dan keruang depan untuk membuka pintu.
“selamat sore Mbak Laras…” william berdiri didepan pintu dengan senyum yang lebar. “mau apa kamu?!” bentak Laras. “cuman mau main mbak… masak nggak boleh. Gak usah galak-galak gitu donk.” Kata William. Laras sudah hendak membanting pintu, namun langsung ditahan oleh William. “aku punya fotomu ho mbak, masak mau temen2 dikampus tahu semua…” kata William. Laras langsung pucat pasi. Tubuhnya gemetar karena marah. Namun ia menyerah. Akhirnya gadis alim berjilbab itu pelan2 membuka pintu, lalu William masuk.
“lagi ngapa mbak?” tanya william setelah duduk disofa diruang depan. Laras tidak menyaut, namun hanya berdiri. “mau apa kamu kesini?” tanya Laras ketus, meskipun terbersit ingatan tentang memeknya yang disodok2 William dan teman2nya. “ya cuman main, mbak. Kali aja mbak rindu sama saya. Or sama kontol besar saya.” Kata William, menyeringai sambil meremas2 selangkangannya sendiri. Laras melotot.  Gadis alim berjilbab itu marah, namun memeknya terasa basah tanpa ia bisa menghambatnya.
“Sendirian mbak? Teman2nya pada dimana?” tanya laki-laki dari ambon itu. “pergi.” Kata Laras pendek. William tersenyum lebar. “marah ya mbak, saya lama gak kesini? Memeknya rindu disodok2 kontol saya yah? Wah, saya jadi kepingin nih. Mbak tambah cantik aja kayaknya.” Kata William. Laras hanya bis amemandang marah tanpa bisa berkata apa-apa. Terasa memeknya semakin basah. Kata-kata kotor William merangsangnya.
“sebelumnya boleh saya minta minum mbak?” kata William masih sambil menyeringai. Laras kembali memandang William dengan tatapan marah. Namun mahasiswi aktifis berjilbab itu akhirnya beranjak kedalam, mengambilkan minum bagi tamunya.
Ketika sudah didalam, ia baru sadar kalau william ikut masuk kedalam. Ketika gadis montok berjilbab itu berbalik, ia melihat william ada dibelakangnya. “saya pengen minum susu mbak. Susunya mbak. Enak dikenyot-kenyot.” Kata william lagi.
“Jangan ngelunjak Will… Sana cepet keluar!” hardik Laras dengan telunjuk mengarah ke pintu.
Bukannya menuruti perintah Laras, William malah melangkah mendekati Laras, tatapan mata William tajam seolah menembus baju ungu kaos longgar ungu muda, rok hitam dan jilbab lebar hitam yang dipakai oleh gadis lugu montok yang alim itu.
“William… Saya bilang keluar… Jangan maksa!” bentak Laras lagi.
“Ayolah Mbak Laras, cuma sebentar saja kok… Aku sudah kebelet nih, lagian masa Mbak Laras nggak kepingin sih, disodok2 kontol saya. Dulu itu mbak keenakan.” ucap William sambil terus mendekat.
Wajah Laras merah padam. Memeknya terasa semakin basah. Namun gadis berjilbab itu terus mundur selangkah demi selangkah menghindari William, jantung Laras semakin berdebar-debar. Perasaanya campur aduk, antara tidak mau diperkosa lagi, tapi juga sulit menahan nafsu. Akhirnya kaki gadis alim itu tersandung oleh tepi kasur busa yang berada didepan tivi diruang tengah, Laras hingga Laras jatuh terduduk di sana. Kesempatan ini tidak disia-siakan William. Lelaki Ambon itu langsung menerkam dan menindih tubuh Laras. Gadis alim berwajah cantik itu menjerit tertahan dan meronta-ronta dalam himpitan William. Namun sepertinya reaksi Laras malah membuat William semakin bernafsu, William tertawa-tawa sambil menggerayangi tubuh Laras. Laras menggeleng-gelengkan kepala Laras yang terbungkus jilbab lebar hitam kesana kemari saat William hendak mencium Laras dan menggunakan tangan putihnya untuk menahan laju wajah William.
“Mmhh… Jangan Will… Laras nggak mau!” mohon gadis manis berjilbab itu.
Aneh memang, sebenarnya Laras bisa saja berteriak minta tolong, tapi tidak Laras lakukan. Nafsu birahinya menahan gadis cantik berjilbab berwajah putih bersih itu untuk berteriak, ia hanya bisa merintih dan mengerang. Breettt… rok hitam Laras robek sedikit di bagian bawah dalam pergumulan yang tidak seimbang itu. William telah berhasil memegangi kedua lengan Laras dan direntangkannya ke atas kepala Laras. Gadis alim itu sudah benar-benar terkunci, hanya bisa menggelengkan kepalanya yang masih terbungkus jilbab hitam, itupun dengan mudah diatasi William. Bibir William yang tebal itu sekarang menempel di bibir Laras. Gadis manis alm berjilbab itu bisa merasakan kumis pendek yang kasar menggesek sekitar bibir Laras juga deru nafas William pada wajah Laras.
Kecapaian dan kalah tenaga membuat rontaan Laras melemah, mau tidak mau mahasiswi aktifis rohis dikampusnya itu harus mengikuti nafsunya. William merangsang Laras dengan mengulum bibir Laras, mata Laras terpejam, mengakui bahwa gadis montok alim itu menikmati cumbuan William. Lidah William terus mendorong-dorong memaksa ingin masuk ke mulut Laras. Mulut Laras pun pelan-pelan mulai terbuka membiarkan lidah William masuk dan bermain di dalamnya. Lidah Laras secara refleks beradu karena William selalu menyentil-nyentil lidah Laras seakan mengajaknya ikut menari. Suara desahan tertahan, deru nafas dan kecipak ludah terdengar jelas didalam ruangan berukuran 3X3 meter, disebuah kontrakan para gadis berjilbab itu.
Mata Laras yang terpejam terbuka ketika gadis alim itu merasakan tangan kasar William mengelusi paha mulusnya, dan terus mengelus menuju pangkal paha. Jari William menekan-nekan liang vagina Laras dan mengusap-ngusap belahan bibirnya dari luar. Birahi Laras naik dengan cepatnya, terpancar dari nafas gadis manis berjilbab itu yang makin tak teratur dan vagina Laras yang semakin becek.
Tangan William sudah menyingkap rok panjang hitam gadis alim itu, lalu menyusup ke balik celana dalam. Jari-jari William mengusap-usap permukaannya dan menemukan klitoris Laras. Benda seperti kacang itu dipencet-pencet dan digesekkan dengan jari William membuat Laras menggelinjang dan merem-melek menahan geli bercampur nikmat. Tangan gadis berjilbab itu sudah tidak berontak, namun merentang keatas kepala, meremas-remas kasur busa. Terlebih lagi ketika jari-jari lain William menyusup dan menyetuh dinding-dinding dalam liang aktifis dakwah kampus itu.
“Ooohhh… Mbak Laras Laras jadi tambah cantik saja kalau lagi konak gini!” ucap William sambil menatapi wajah Laras yang merona merah dengan matanya yang sayu karena sudah terangsang berat.
Lalu William tarik keluar tangannya dari celana dalam Laras. Jari-jarinya belepotan cairan bening dari vagina Laras.
“Mbak Laras cepet banget basahnya, ya. Lihat nih becek gini,” kata William memperlihatkan jarinya yang basah di depan wajah Laras yang lalu dijilatinya.
Kemudian dengan tangan yang satunya William sibakkan jilbab dan kaos longgar Laras sehingga payudara Laras yang memakai bra terbuka. Segera pula bra itu terlepas, dan teronggok dipinggir ruangan, membuat ppayudara putih sekal gadis manis alim itu terlihat jelas. Mata William melotot mengamat-ngamati dan mengelus payudara Laras yang berukuran 34B, dengan puting kemerahan serta kulitnya yang putih mulus.
“Nnngghhh… Will” desah Laras dengan mendongak ke belakang merasakan mulut William memagut payudara yang menggemaskan milik gadis alim itu.
Mulut William menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingnya. Sesekali Laras bergidik keenakan kalau kumis pendek William menggesek puting Laras yang sensitif. Tangan lain William turut bekerja pada payudara Laras yang sebelah dengan melakukan pijatan atau memainkan putingnya sehingga gadis cantik berjilbab lebar itu merasakan kedua benda sensitif itu semakin mengeras. Yang bisa Laras lakukan hanya mendesah dan merintih. Tangan putih mulusnya tak bisa berhenti meremasi kasur busa.
Puas menyusu dari Laras, mulut William perlahan-lahan turun mencium dan menjilati perut Laras yang rata dan terus berlanjut makin ke bawah sambil tangannya menyibakkan rok hitam gadis alim itu kepangkal paha, lalu menurunkan celana dalamnya. Sambil memeloroti William mengelusi paha putih mulus gadis montok berjilbab itu. CD itu akhirnya lepas melalui kaki kanan Laras yang William angkat, setelah itu William mengulum sejenak jempol kaki Laras dan juga menjilati kaki Laras. Darah Laras semakin bergolak oleh permainan William yang erotis itu. Selanjutnya William mengangkat kedua kaki Laras ke bahunya, badan gadis berjilbab itu setengah terangkat dengan selangkangan menghadap ke atas. Bajunya sudah awut2an, namun jilbabnya masih tetap saja terpasang.
Laras pasrah saja mengikuti posisi yang William inginkan karena dorongan nafsu Laras ingin menuntaskan birahi Laras ini. Tanpa membuang waktu lagi William melumat kemaluan Laras dengan rakusnya. Lidah William menyapu seluruh pelosok vagina Laras dari bibirnya, klitorisnya, hingga ke dinding di dalamnya, anus mahasiswi alim montok itu pun tidak luput dari jilatan William. Lidah William disentil-sentilkan pada klitoris Laras memberikan sensasi yang luar biasa pada daerah itu. Laras benar-benar tak terkontrol dibuatnya, mata Laras merem-melek dan berkunang-kunang, syaraf-syaraf vagina Laras mengirimkan rangsangan ini ke seluruh tubuh yang membuat Laras serasa menggigil.
“Ah… Aahh… Will… Nngghh… Terus!” erang Laras lebih panjang di puncak kenikmatan, gadis alim itu meremasi payudaraya sendiri sebagai ekspresi rasa nikmat.
William terus menyedot cairan yang keluar dari memek gadis alim berjilbab lebar itu dengan lahapnya. Tubuh Laras jadi bergetar seperti mau meledak. Kedua belah paha Laras semakin erat mengapit kepala William. Setelah puas menyantap hidangan pembuka berupa cairan cinta Laras, barulah William turunkan kaki Laras. Laras sempat beristirahat dengan menunggu William membuka baju, tapi itu tidak lama. Setelah William membuka baju, William langsung beraksi.
William dengan paksa melepaskan rok hitam Laras, lalu membentangkan kedua paha Laras dan mengambil posisi berlutut di antaranya. Bibir vagina Laras jadi ikut terbuka memancarkan warna merah merekah diantara bulu-bulu hitamnya, siap untuk menyambut yang akan memasukinya. Namun William tidak langsung mencoblosnya, terlebih dulu William gesek-gesekkan penisnya yang besar itu pada bibirnya untuk memancing birahi gadis alim bertubuh putih mulus itu agar naik lagi. Karena sudah tidak sabar ingin segera dicoblos, secara refleks Laras meraih batang itu, keras sekali benda itu waktu Laras genggam, panjang dan berurat lagi.
“Aaakkhh…!” erang Laras lirih sambil mengepalkan tangan erat-erat saat penis William melesak masuk ke dalam memek becek gads berjilbab yang montok itu.
“Aauuuhhh…!” Laras menjerit lebih keras dengan tubuh berkelejotan karena hentakan keras William hingga penis itu tertancap seluruhnya pada vagina Laras.
Dengan gerakan perlahan William menarik penisnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan lorong sempit yang bergerinjal-gerinjal itu. Gadis alim itu ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot vaginanya mengimbangi sodokan William. Respon mahasiswi aktifis yang biasanya selalu menjaga pergaulannya itu membuat William semakin menggila, penisnya semakin lama menyodok semakin kasar saja. Kedua gunung Laras jadi ikut terguncang-guncang dengan kencang.
Laras merasakan selama menggenjot memeknya, otot-otot tubuh William mengeras, tubuhnya yang hitam kekar bercucuran keringat, sungguh macho sekali, pria sejati yang memberi Laras kenikmatan sejati. Suara desahan dan rintihan gadis montok berjilbab lebar itu bercampur baur dengan erangan jantan William dan derit ranjang. Butir-butir keringat nampak di sejukur tubuh Laras seperti embun, sampai kaosnya yang tersingkap juga jilbabnya basah oleh keringat.
“Uugghh… Mbak Laras Laras… Sayang… memek kamu emang enaakk… Oohh… Mbak Laras cewek paling cantik yang pernah Aku entotin,memek kamu juga tebel dan keset..” William memgumam tak karuan di tengah aktivitasnya.
Dia menurunkan tubuhnya hingga menindih Laras, Laras sambut dengan pelukan erat, kedua tungkai Laras  Laras lingkarkan di pinggang William. William mendekatkan mulutnya bibir tipis yang indah milik Laras dan memagutnya. Sementara di bawah sana penis William makin gencar mengaduk-aduk vagina Laras, diselingi gerakan berputar yang membuat memek gadis alim montok itu terasa diaduk-aduk. Tubuh mereka sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, Laras pun semakin erat memeluk William. Laras merintih makin tak karuan menyambut klimaks yang sudah mendekat bagaikan ombak besar yang akan menghantam pesisir pantai.
Namun begitu sudah di ambang klimaks, William menurunkan frekuensi genjotannya. Tanpa melepaskan penisnya, William bangkit mendudukkan dirinya, maka otomatis Laras sekarang diatas pangkuan William. Dengan posisi ini penis William menancap lebih dalam pada vagina Laras, semakin terasa pula otot dan uratnya yang seperti akar beringin itu menggesek dinding kemaluan Laras. Kembali gadis aktifis masjid di kampusnya itu  menggoyangkan badannya, kini dengan gerakan naik-turun. Rintihannya semakin keras. William merem-melek keenakan dengan perlakuan Laras. Mulut William sibuk melumat payudara Laras kiri dan kanan secara bergantian membuat kedua benda itu penuh bekas gigitan dan air liur. Tangan William terus menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Laras, mengelusi punggung, pantat, dan paha. Jilbab yang Laras kenakan semakin menaikkan birahi William.
Tak lama kemudian Laras kembali mendekati orgasme, maka gadis berjilbab lebar itu mempercepat goyangannya dan mempererat pelukannya. Hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana tubuh Laras mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur lalu disusul erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari vagina Laras. Saat itu William gigit puting Laras dengan cukup keras sehingga gelinjang gadis manis yang alim itu makin tak karuan oleh rasa perih bercampur nikmat. Ketika gelombang itu berangsur-angsur berlalu, goyangan Laras pun makin mereda, tubuh gadis berjilbab lebar itu seperti mati rasa dan roboh ke belakang tapi ditopang dengan lengan William yang kokoh.
Dia membiarkan Laras berbaring mengumpulkan tenaga sebentar. Diambilnya tempat minum di atas meja kecil sebelah ranjang Laras dan disodorkan ke mulut Laras. Beberapa teguk air membuat Laras lebih enakan dan tenaga Laras mulai pulih berangsur-angsur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar